Cerita ini berawal dari kejenuhan. Kejenuhan memandang timeline facebook, yang sebelumnya jenuh menghadapi laporan, yang sebelumnya jenuh menyaksikan telepisi i.n.d.i.a.n.a channel, yang sebelumnya jenuh duduk dikursi mikirin mau masak air lagi atau tidak (u.s.k = pukul 20:10 WIB masak air untuk ke-2 kalinya, maklum orang rumah kuat minum.)
Alhasil, laporan sudah sampai ke Bab 3 . Baru judul. B-A-B-3 plus enter and, Tab!
Sebenarnya ini udah lewat dari 2 bulan dari perjanjian 2 pihak (saya pihak terpaksa) antara saya dan dosen pembimbing. Sesungguhnya-pun saya ingin cepat menyelesaikan ini, bolak-balik konsultasi, acc, merapikan susunan penulisan laporan, jilid, dibukukan, difoto plus caption “Taraaa! Ini adalah hasil dari “nyusun” pertama gue”, tag temen seperjuangan dan Post to Instagram. Tetapi, kemalasan adalah penyebabnya, eng eng eng~. Sebenernya bukan malas, tapi berhubung saya adalah orang yang mood normal nya jarang-jarang ada , apalagi dipaksa harus menulis dengan segala aturan penulisan yang benar, maka lebih baik saya tinggalkan dulu segala tulisannya se-dari-ke-pada laporan itu isinya puisi cuih-ntah!. Biasanya seperti itu~.
Baiklah, sekarang sudah di semester 6, itu artinya sudah hampir 3 tahun saya menghabiskan waktu duduk dibangku kulliah jadi sok anak kuliahan. Tapi bukan seperti di FTV. Di dunia nyata. Nyata versi saya. Bukan anda. Karena versi masing-masing itu beda, menurut saya.
Selama 3 tahun ini, tentu banyak pengalaman yang saya dapatkan mulai dari A-Z. Tapi, tidak banyak hal istimewa yang saya dapatkan selama kurun waktu tersebut. Selain semuanya hanya-berjalan-seperti-biasanya-seharusnya-terjadi.
Umur 20 tahun, dan itu masih remaja, saya pikir, nego~. Masa dimana banyak hal dan pilihan yang datang, semua dicoba tapi belum menemukan hal yang benar-benar membuatnya suka. BUKAN ? baiklah, itu hanya berlaku untuk saya.
Tapi benar, saya merasa masih diumur remaja awal, serius. Contohnya adalah akhir-akhir ini saya makan dengan porsi super, berulang-ulang, dan banyak request menu. Beruntung ibu saya adalah ibu yang baik, yang mau menuruti nafsu makan anaknya, walau saya pun juga harus ikut bayar buat beli bahan (karena ini menu tambahan, dan hanya saya yang makan, bukan satu rumah, oke!). Ketika beliau kesal karena lauk yang biasanya Standar Rumah, sekarang harus tambah kuota, alasanya “ Maklumin aja bu, sekarang lagi msa perkembangan”, jawabannya ? “ Umur 20 perkembangan macam apa? Itu bukan perkembangan, itu nafsu tiiiiiit”. Okeh, lupakan jawaban heran yang sebenarnya beliau senang karena dengan nafsu makan titttttttt ini, ada yang membantu menghabiskan lauk sisa semalam, daripada dimasak lagi, khan ? boros kompor khan? Kasian juga pa*tat kuali khaan?. Lupakan itu, ada satu kata yang buat aku sentak tersadar, “umur 20?”.
Pernah adik saya yang masih berumur 10 tahun nanya gini “ umur uni sekarang berapa ?” “ 20 “ saya jawab. “Umur idit ?” “18 tahun” sambung saya, “ berarti uni umur 50 tahunan baru bisa liat gerhana matahari total lagi”, baiklah..lupakan. Lupakan untuk dia bertanya umur saya berapa saja, sudah seolah menyadarkan bahwa saya sudah tua, t-u-a,tu-a,TUA, apalagi embel-embel pertanyaan kehidupan yang harus saya tanyakan pada diri saya sendiri mulai saat ini. Tentang apa, dimana, siapa, kenapa, bagaimana ?. Sebenernya bukan perhitungan umur yang adik saya perkirakan, tapi bagaimana caranya dia dapat menyimpan roll film kamera jadul selama 30 tahunan sebagai alat bantu untuk bisa liat Gerhana Matahari Total lagi. Kali ini dia cukup membuatku iri karena bisa melihat fenomena gerhana matahari total langsung di atap rumah tetangga, saya ? , “ Ya Ampun niii, ini kejadian langkah, masa gak antusias buat liat langsung” kata ayah saya sebelumnya saya bilang “ Aiiih, besok libur, mending diem dirumah tidur panjang di kamar”, itu hanya pernyataan alasan.
Kembali lagi, jika bicara tentang tujuan hidup pasti ada kata cita-cita. Dari kecil saya tidak punya cita-cita yang konsisten, berubah tergantung situasi dan cita-cita terbanyak dari semua orang dikelas. Tapi ada satu yang membuat saya tertarik yaitu, Arkeolog. Sempat saya uttaran-kan, maksud saya utara kan untuk melanjutkan kuliah dijurusan itu, tapi tidak dapat dukungan dari pemegang saham keluarga, orang tua. Bukan karena banyak hal, hanya satu, jauh dan kembali lagi kepada adat istiadat, kebiasaan, status dan sebagainya. Karena Jurusan itu hanya ada di pulau jawa. Padahal saya berjiwa bebas dan tidak mau diatur, tapi berbeda dengan mereka. Saya heran, setelah perbedaan itu makanan favorit pun berbeda, saya sangat suka dengan Ikan patin, bubur sum-sum, dan cumi-cumi dan tidak ada 1 orang pun dari 4 orang lainnya yang suka, makanya saya hanya dapatkan menu itu di hari-hari tertentu, hiks. Apakah ada kemungkinan bahwa benar kata mereka bahwa aku anak yang ditemukan di atas gerbong kereta api ?.
Dan sekarang sudah di tengah-tengah perjalanan ritual perkuliahan pra-sarjana. Dengan lika-liku yang saya rasakan sampai saat ini. Dan masih banyak lagi runtutan persyaratan lulus dari kampus kuning nan hijau itu. Secepatnya bebas, mewujudkan satu-per-satu impian dua orang yang sangat penting bagi saya dan lain sebagainya. Dimulai dari mulai untuk berpikir bagaimana memanfaatkan waktu yang tidak banyak ini sebaik-baiknya. Dan, paragraf ini mulai serius~. Bye!
Komentar
Posting Komentar